Film
Senyap karya Joshua Oppenheimer ini mengambil latar belakang keluarga yang
anggota keluarganya dibunuh karena terlibat PKI, yang menjalani kehidupan
dengan stigma dan rasa tertekan juga sedih yang luar biasa karna hidup harus
berdampingan dengan para eksekutor keluarga mereka
Ketika
mendengar film ini saya merasa bahwa ini film akan sangat membosankan yang
kalau bagi anak muda sekarang dengan “boring”, namun labelnya sebagai film semi dokumenter sejarah
maka saya sangat antusias menonton film ini. Namun karna keterbatasan
pengetahuan saya akan film ini saya tidak mengetahui bahwa film ini merupakan
sekuel dari film Joshua Oppenheimer sebelumnya yang berjudul “Jagal”.
Film ini dimulai dengan memperlihatkan bagaimana
sulitnya hidup para keluarga yang “terlibat”
PKI, tapi film ini juga memotret bagaimana kehidupan yang berjalan ini dipaksa
untuk berjalan “Normal” karna para pelaku aksi pembasmian PKI ini
dilabeli sebagai penyelamat bangsa karna jasanya menghapus jejak PKI di tanah
air kita ini. Bahkan merekan sangat bangga dan tidak merasa apa yang mereka
lakukan itu adalah sebuah kesalahan, Bahkan mantan presiden SBY mengusulkan
sang mertua untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional namun ditolak oleh para
anak korban 65 juga Komnas HAM RI dan dibatalkan. Namun bagi para keluarga yang
anggota keluarganya terlibat itu sangat menyakitkan karna hampir setiap hari
bertemu dan tahu siapa sang eksekutor (baca:jagal)
anggota keluarganya dibunuh dengan perlakuan yang disebut oleh Soe Hok Gie
adalah “perlakuan yang tidak pantas bagi orang yang mengaku betuhan”.
Kebungkaman karna ketakutan akan perlakuan yang sama
akan diterima oleh mereka yang ditinggalkan, namun ditengah kebungkaman itu
pastilah kadang terlintas rasa frustasi, putus asa, kebencian dan sebagainya didalam
hati mereka. Stigma dan Propaganda yang sangat gencar oleh Orde Baru sangat
sukses bahkan kalau kita mau jujur pada diri kita sendiri maka setiap kita mendengar
kata-kata Komunisme bahkan PKI maka stigma yang muncul dalam pikiran kita itu
adalah kejahatan yang luar biasa. Namun pernahkah kita bertadabbur bahwa apakah
yang mereka “lakukan” di tragedy G30S
itu sudah mendapatkan keadilan yang memang adil atau hanyalah kebencian yang
ditanamkan didalam hati dan pikiran kita.
Film Senyap mengambil tempat disalah satu desa di Deli
Serdang ini sangat sukses memberikan gambaran yang lain (yang kalau kata Filsuf
Foucault itu adalah Sub Versi) dari apa yang dulu diwajibkan menonton oleh
pemerintah. Kita tidak pernah mau melihat apa yang dirasakan oleh mereka yang
dirugikan selama ini atas kejadian G30S siapapun itu.
Banyak orang yang mengangkat ini yang disebut sebagai
bagian sejarah paling kelam dalam sejarah Indonesia namun sering ditolak dengan
sebutan Antek PKI, Tidak Bertuhan dan lain-lain. Yang jelas seakan-akan
kejadian ini akan dibiarkan bahkan dikubur dalam-dalam bahkan kalau bisa
dilupakan saja, namun Komnas HAM RI tahun ini membuat langkah luar biasa pada
tanggal 10 Desember 2014 yang diperingati sebagai hari HAM Internasional itu
sebagai start program Indonesia Menonton Senyap. Atas apa yang dilakukan oleh
Komnas HAM ini kita patut berterima kasih karna mereka masih mau melihat apa
yang saya sebut sebagai salah satu tindakan paling “brutal” . Namun kita perlu
ingat bahwa kita membuka lembaran ini hanyalah mencari keadilan bukan untuk
membenarkan apa yang salah dan menyalahkan apa yang benar.
Selamat #NONTONSENYAP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar